Ngawi, Hapra Indonesia.co -Kasus obral perizinan minimarket yang terjadi di kota Ngawi akhirnya terungkap. Ini setelah kepala Dinas Perdagangan dan Penggelolaan Pasar (Disdag PP) Ngawi Soeradji membuat pernyataan kontroversial. Dia menyebut rekomendasi pendirian minimarket dari instansi yang dipimpinnya hanya ditandatangani pejabat setingkat staf.
Staf tersebut bertugas melakukan survey lokasi toko modern yang mengajukan izin. Tidak terkecuali rekomendasi izin pendirian minimarket di dekat pasar Templek Dusun Kedungrejo, Guyung, Kecamatan Gerih yang berujung protes warga. ‘’Yang merekom hanya staf meskipun atas nama dinas. Tapi kok diterima dan diproses. Terus yang tanggung jawab nanti siapa?’’ kata Soeradji kepala Disdag PP ditemui di ruang kerjanya. (6/6).
Menurutnya, staf dari Disdag PP merupakan salah satu anggota tim komisi perizinan. Mereka bertugas memberikan rekomendasi apakah lokasi yang akan didirikan toko modern memenuhi syarat ataukah tidak. Rekomendasi dari petugas Disdag PP tersebut menjadi dasar Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPM PPT) mengeluarkan izin.
Terkait kasus minimarket di Guyung, Soeradji berdalih proses pemberian izin dilakukan sebelum dirinya menjabat kepala Disdag PP. Karena berujung protes, dia mewanti-wanti staf yang bertugas survey lokasi tidak lancang menandatangani rekomendasi tanpa sepengetahuan dirinya. ‘’Harusnya ditandatangani kepala dinas (Disdag PP, Red),’’ tegasnya.
Dia mengakui keberadaan toko modern berdampak signifikan bagi kelangsungan usaha toko kelontong. Karena itu Soeradji mendukung kebijakan penghentian pemberian izin minimarket. Karena minimarket yang jumlahnya saat ini mencapai 59 dinilai sudah cukup banyak. ‘’Saya kira sudah cukup sampai ada regulasi yang baru,’’ tegas pejabat paling senior di Ngawi itu.
Sementara itu sebaliknya, Yusuf Rosyadi kepala BPM PPT tidak mau disalahkan terkait terbitnya izin berdasar rekomendasi yang ditandatangani staf. Dia berpendapat rekomendasi yang ditandatangani staf yang melakukan survey dianggap mewakili dinasnya. Hal itu kata dia sesuai juklak dalam pelaksanaan perizinan satu pintu. ‘’Kalau semua harus ditandatangani kepala dinas malah menghambat dan prosesnya lama,’’ kilahnya. (Mistatok)