MOJOKERTO, Hapraindonesia.co – Ombudsman Perwakilan Jawa Timur turun ke Kota Mojokerto menelisik produk penerimaan peserta didik baru (PPDB) on-line. Hanya saja, wasit pelayanan publik ini lebih banyak menggali data dari pada melakukan investigasi terkait proses PPDB yang dinilai kalangan Dewan setempat carut marut dan cacat hukum.
Langkah ombudsman yang terkesan mengikuti te-muan Dewan ini tersirat dalam pernyataan Kepala Ombudsman Jatim, Agus Widiyarta usai melakukan pertemuan tertutup yang berlangsung sekitar dua jam dengan Kepala Dinas P dan K Kota Mojokerto, Hariyanto, panitia PPDB dan dua orang anggota Komisi III DPRD Kota Mojokerto, Abdullah Fanani dan Nur Aida Rahayuningsih di ruang kepala Dinas P dan K, Jum’at (11/07/2014).
Yang paling menonjol, hanya rekomendasi agar Dinas P dan K mempertimbangkan kembali menggunakan provider PT Telkom untuk PPDB On-line tahun depan. “Kami rekomendasi agar tidak hanya menggunakan satu provider. Setidaknya dua provider. Ini untuk antisipasi jika terjadi gangguan seperti yang terjadi di saat terakhir pendaftaran PPDB online Kota Mojokerto tanggal 3 Juli lalu. Internet sempat blank,” kata Agus kepada sejumlah wartawan.
Ia pun meminta Dinas P dan K Kota Mojokerto mempertimbangkan kembali menggandeng PT Telkom karena garansi kelancaran situs ternyata tidak terbukti. “Garansi sudah ada, tapi sempat lemot dan ujungnya berpengaruh terhadap hasil PPDB. Makanya itu (PT Telkom) Itu bisa dievaluasi apakah digunakan lagi atau tidak,” tandasnya.
Agus yang mengaku belum mempelajari Perwali Nomor 55/2014 tentang PPDB enggan berkomentar lebih jauh menyikapi dibukanya kran pagu siswa luar kota melebihi kuota 10 persen yang ditetapkan dalam perwali tersebut.
“Bahwa ketika pagu tak terpenuhi, pihak panitia PPDB menilai perlu dilakukan perangkingan. Tidak menjelaskan (siswa) dari luar kota dan dalam kota. Setelah dinaikkan banyak yang luar kota. Setiap sekolah terima siswa luar kota lebihi 10 persen,” katanya. Pun ketentuan membuka bangku cadangan tanggal 11 Juni pasca penutupan pendaftaran, ia mengaku belum mempelajari.
“Di beberapa daerah tidak ada cadangan. Tapi kalau memang diatur, ya seharusnya tahapan ini dilalui, tidak membuka kran 10 persen siswa luar kota. Permasalahannya yang mengisi bukan warga kota, mengakibatkan warga luar kota yang masuk, lebih dari 50 persen,” ucapnya.
Ia pun mengatakan jika pihaknya belum memutuskan apakah telah terjadi pelanggaran perwali atau tidak. “Yang digembar-gemborkan memang 10 persen. Tapi prakteknya lebih dari angka itu. Ini karena kebijakan diambil untuk mengatasi permasalahan di luar prediksi. Apakah itu melanggar atau tidak, Kita hanya beri catatan, sebelumnya mengambil langkah menggunakan pasal terakhir (Bab X Perwali 55/2014), harusnya dilihat pasal diatasnya (pasal 7),” sergahnya.
Soal kosongnya 77 bangku SMPN, Agus menyebut jika pihaknya merekomendasikan agar tetap dikosongkan. “Tapi kewenangan ada dipihak legislatif dan diknas, silahkan, menurut kami lebih baik dikosongkan,” sergahnya. (St/Win)