Joko Agung Retmono, Kasatpol PP Kab Kediri |
Kediri, Hapra Indonesia – Satpol PP bertindak atas dasar dari surat yang di tujukan ke pedagang pasar tersebut, berisi tentang perintah penertiban, dengan surat edaranyang telah di bagikan ke seluruh pedagang pasar, di surat edaran tersebut menerangkan bahwa para pedagang yang memiliki bangunan semi permanen di Jalan Bhayangkara dan jalan Dieng agar segera membongkar dan membersihkannya.
Masih dari surat edaran Satpol bertindak atas berdasarkan ketentuan pasal 89 ayat 2 Perda (Peraturan Daerah) no 5 tahun 2011 tentang jalan, yang berbunyi apabila bangunan semi permanen milik pedagang sampai pada tanggal 23 desember 2012 belum di bongkar maka akan dibongkar paksa oleh petugas.
Ada sekitar 36 pedagang pasar yang berjualan di jalan Bhayangkara sebelah selatan ,dan terkait rencana penataan pedagang pasar pamenang pare. Menurut sumber Satpol PP meminta dengan keras kepada para pedagang tersebut untuk pindah ke pujasera (Pasar sekitar bekas stasiun kereta api Pare).
Dari penuturan sumber HAPRA terungkap bahwa Satpol PP pada mulanya telah memanggil pedagang pasar pamenang sebanyak lima kali. Dari lima kali panggilan, yang pertama ada sekitar 36 orang pedagang.
Masih menurut sumber yang tidak mau namanya di sebut, pada mulanya para pedagang di kumpulkan di kantor Satpol PP untuk berdialog, tetapi entah mengapa kemudian Satpol PP merubah cara “berdialognya” dengan pedagang cara di panggil satu persatu, hingga para pedagang merasa terintimidasi.
Kemudian panggilan dari Satpol PP untuk pedagang pasar tersebut mulai menyusut dan panggilan yang kelima tinggal 16 orang, dan menurut rencana pada hari senin (11/02) para pedagang akan di panggil lagi sejumlah 10 orang dengan waktu yang tidak bersamaan, yaitu selisih setengah jam.
Masih menurut sumber Satpol PP telah melakukan pengancaman terhadap para pedagang jalan Bhayangkara sebelah selatan , bahwa dengan membangkang dan tidak mau pindah akan dikenakan dengan pasal tindak pidana ringan (tipiring) dengan dalih melanggar Perda, sehingga membuat para pedagang tersebut ketakutan.
Dari 36 pedagang akhirnya Satpol PP memanggil 10 pedagang yang masih bertahan di lokasi tersebut ke kantor Satpol PP untuk di”BAP (Berita Acara Pemeriksaan)” satu persatu kemudian di suruh pulang,” Kami di beri sekitar 20 pertanyaan terkait dengan pekerjaan kami yang berdagang di jalan Bhayangkara” Kata salah satu Pedagang kepada HAPRA.
Namun, menurut sumber meski telah di “intimidasi” serta mengalami ketakutan para pedagang sayur, telah bersepakat tetap bersikukuh untuk tidak mau pindah, ”timbangane di gusur, lebih baik di pateni ae. Ya kuwi sandang pangganku,” kata sumber menirukan salah seorang wakil pedagang.
Sedangkan para Pedagang seperti sosialisasi yang pertama sepakat bahwa pedagang sayur mau pindah setelah pasar sayur yang baru (Pasar sayur yang baru dekat Terminal Pare) jadi, sesuai dengan sosialisasi yang pertama dulu.
Entah mengapa sosialisasi yang berikutnya pihak Satpol PP meminta para pedagang sayur tesebut pindah, meski pasar sayur yang baru belum jadi. Dengan kejadian tersebut para pedagang ngotot tidak mau pindah sebelum pasar sayur yang baru jadi sesuai sosialisasi yang pertama.
Yang menarik menurut sumber saat pedagang bertanya apa dasar mereka di suruh pindah,”kenapa yang lain tidak di suruh pindah, katanya penertiban berdasarkan Perda “ Ujar salah seorang pedagang.
Sedangkan Satpol PP saat di tanya demikian oleh para pedagang pasar pada waktu itu mengatakan,” itu (pengusuran jalan Bhayangkara sebelah selatan) berdasarkan aturan tidak ada ini hanya instruksi Bupati” Kata sumber yang mengutip pernyataan petugas Satpol PP kepada para pedagang.
“Kalau memang diadakan penertiban kenapa tidak semua pedagang pasar pamenang yang ada tanda larangan dari Satpol PP, kenapa hanya kami yang berada di jalan Bhayangkara sebelah selatan saja” Kata salah seorang pedagang.
“Selain di jalan Bhayangkara sebelah utara tidak tersentuh Satpol PP, juga di jalan Dieng di situ banyak toko besar yang mengelar daganganya sampai trotoar bahkan di buat permanen, itu aja gak masalah” paparnya.
Perlu diketahui, jalan Bhayangkara yang sebelah selatan adalah tempat dimana rumah dinas Kapolres Kediri dan Wakapolres tinggal.
Sementara itu dari pantauan HAPRA rencana pembangunan pasar sayur yang baru yang terletak di depan terminal pare masih jauh dari kata jadi, sekarang masih dalam proses pengurukan. Kepala Dinas (PU) Pekerjaan Umum Dwi Winarno sulit di temui untuk konfirmasi, dan saat di hubungi melalui ponselnya oleh HAPRA.
Sementara itu kasi penegak Perda Satpol PP Kabupaten Kediri yang berkompeten terkait dengan masalah ini belum bisa di konfirmasi,”Bapak lagi keluar Mas” Kata seorang staf di kantornya. Demikian juga dengan Kepala Satpol PP Kabupaten Kediri Agung Joko Retmono juga tidak ada dikantornya.
Satpol PP terkesan setengah hati dan diskriminatif dalam penegakan hukum, hal tersebut terlihat dalam kasus pedagang pasar jalan Bhayangkara saja, yang di tertibkan yang sebelah selatan saja, kalau mamang menegakan Perda harusnya pihak Satpol PP dengan tegas dan menegakan aturan dengan menertibkan semua pedagang yang berlokasi tanda larangan dari Satpol PP, jadi kesan diskriminasi dan tebang pilih tidak muncul sehingga Satpol PP tidak Berwibawa dan dihormati.
Bagaimanapun juga Satpol PP memang penegak Perda, namun cara cara yang dilakukan oleh Satpol dengan cara “intimidasi” dan diskriminasi tentu tidak dapat di benarkan, pedagang adalah rakyat.
Sedangkan Satpol PP adalah kepanjangan tangan dari Pemkab, khususnya Kabupaten Kediri, apa begini Pemkab Kediri memperlakukan rakyatnya, harusnya Satpol PP mencari solusi dari permasalahan tersebut. Bagaimana dengan pengusaha besar yang berkantong tebal melanggar Perda apa Satpol PP berani ? (cahyo)