Oleh : HARY PRATONDO
(DIRUT PT. HAPRA INDONESIA NEWS)
“..terdapat sebuah peristiwa yang mendapat perhatian masyarakat luas. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menelpon plus menyemprot Walikota Kediri, Abdullah Abubakar, karena dianggap tidak tanggap dalam menyiapkan data bagi warganya yang terkena musibah. Apapun yang terjadi, peristiwa ini dengan jelas menunjukkan kurangnya respon pejabat pemerintah terhadap penangan bencana..”
Tahun 2014 ditutup dengan serangkaian peristiwa menyedihkan, belum tuntas penanganan bencana longsor Banjarnegara, kita dikejutkan dengan berita hilangnya pesawat AirAsia yang sedang dalam perjalanan dari surabaya menuju Singapura. Setelah beberapa hari dilakukan pencarian, pesawat naas tersebut ternyata jatuh dan tenggelam diperairan Selat Karimata.
Dalam kejadian yang memprihatinkan tersebut, terdapat sebuah peristiwa yang mendapat perhatian masyarakat luas. Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, menelpon plus menyemprot Walikota Kediri karena dianggap tidak tanggap dalam menyiapkan data bagi warganya yang terkena musibah. Apapun yang terjadi, peristiwa ini dengan jelas menunjukkan kurangnya respon pejabat pemerintah terhadap penangan bencana.
Apapun yang terjadi, inilah potret kecil pemerintah kita dalam penanganan bencana secara lebih luas. Pemerintah terkesan lamban dalam memprediksi, mencegah dan bertindak bila bencana benar-benar terjadi. Itulah sebabnya mengapa selalu saja bencana merenggut banyak korban di negeri kita tercinta ini. Bencana yang sudah terjadi dan ada didepan mata saja tidak segera mendapat penanganan apalagi jika bencana belum terjadi.
Padahal, disetiap daerah telah terdapat Badan Penanggulangan Bencana. Apalagi tugasnya jika tidak melakukan pemetaan, peringatan dini dan pencegahan bencana. Sama-sekali bukan baru turun jika bencana telah terjadi. Jika tugas ini benar-benar dilaksanakan, yakinlah, korban bencana bisa diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
Penolakan warga untuk mengungsi ketika diberi peringatan sesungguhnya bukanlah alasan. Bukankah pemerintah memiliki aparat kepolisian, tentara atau lainnya untuk ‘memaksa’ warga mengungsi dari tempat tinggalnya yang rawan terkena bencana demi untuk keselamatan mereka sendiri. Melalui pendekatan intensif, tentu warga akan sukarela meninggalkan rumahnya untuk menghindari bencana.
Kita memang tak menginginkan bencana terjadi, tetapi dalam setiap musibah pasti selalu ada hikmah. Longsor Banjarnegara dan jatuhnya pesawat Air Asia mengajarkan kita agar sesegera mungkin membentuk Tim Search And Rescue (SAR) khusus untuk penyelamatan longsor dan pencarian laut. Dengan demikian, kita tak perlu lagi menunggu bantuan negara lain untuk melakukan evakuasi.
Sebagai negara kepulauan, dengan anugerah laut, bukit dan pegunungan, Indonesia memiliki potensi kekayaan yang luar biasa. Tentu saja, juga diikuti berbagai ancaman yang patut diwaspadai. Sudah seharusnya dibentuk berbagai macam satuan tugas spesialis. Mulai spesialis banjir, spesialis tanah longsor, spesialis kapal tenggelam, kecelakaan pesawat dan lain sebagainya.
Adanya pasukan-pasukan khusus penanggulangan bencana ini akan lebih siap mengatasi kendala alam yang merintangi proses penyelamatan dan mempersingkat masa evakuasi. Dengan demikian, kemungkinan korban ditemukan dalam keadaan hidup bisa diperbesar. Jumlah korban jiwa pun dapat diminimalisir sekecil-kecilnya.
Tentu saja, segala upaya dan prosedur keselamatan haruslah dipatuhi terlebih dahulu agar bencana tak terjadi. Bila tak ingin longsor jangan gunduli bukit, jika tak ingin pesawat jatuh patuhi aturan penerbangan. Bukankah pencegahan lebih baik daripada penanganan. Semoga ditahun baru ini kita semua dijauhkan Allah SWT dari segala musibah dan bencana. Amiinn.. Ya Robbbal ‘Alamiinn.. █