KEDIRI, Hapraindonesia.co – Dusun Watu Duwur, Desa Tengger Lor, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri, adalah satu potret daerah miskin yang nyaris tak tersentuh bantuan dari pihak Kecamatan Kunjang atau Pemkab Kediri. Kemiskinan warga Watu Duwur tercermin waktu kita memasuki dusun tersebut, dengan berderet kanan kiri banyak rumah gedek (anyaman bambu) yang sudah tidak layak huni, namun masih ditempati oleh pemiliknya.
Entah tahu atau tidak, pihak Pemkab Kediri seoleh acuh atas keberadaan kemiskinan yang dialami oleh penduduk Dusun Watu Duwur tersebut. Letak Dusun Watu Duwur sebenarnya bukanlah daerah terpencil, pasalnya jalan akses masuk dusun tersebut mudah, karena jalan sudah beraspal dan jaraknya kurang lebih sekitar 2 Km dari kantor Balai Desa Tengger Lor.
Dari data yang diterima Hapra Indonesia, penduduk Dusun Watu Duwur berjumlah kurang lebih 450 orang, dengan jumlah pemilih 394 orang untuk pemilu, dan jumlah kepala keluarga sebanyak 155 KK.
Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani, sedangkan pendidikan paling tinggi kabarnya adalah SMP. Pernah mendapat bantuan untuk sarana MCK (Mandi, cuci dan kakus) berupa dua kamar mandi serta sumur Bor, namun kini tidak berfungsi karena rusak.
Selain itu juga jaraknya yang berada di pinggir sawah, jauh dari pemukiman warga. Semua warga untuk MCK melakukannya di sungai yang terletak di sebelah timur dusun tersebut. Warga Watu Duwur tidak sanggup membuat su-mur, selain karena struktur tanah yang berbatu, juga air di dalam tanah baru ada air setelah digali di kedalaman 20 meter sampai 25 meter.
Yang miris adalah menurut kabar banyak terjadi korban nyawa melayang karena terseret arus sungai yang konon sangat dalam, serta pada saat itu lagi banjir ketika warga tersebut sedang buang hajat, mandi atau mencuci pakaian.
Salah seorang warga Watu Duwur Asminah (50) seorang janda dua anak yang ditemui di rumahnya mengatakan bahwa dirinya mengalami kesulitan ekonomi yang berat. Selain hidup sendiri, karena terjerat hutang untuk kebutuhan sehari harinya.
Asminah hanya buruh tani yang upahnya Rp 12 ribu perhari, Rumah Asminah memang pernah mendapat bantuan bedah rumah dari TNI pada tahun 2010 silam, kini kondisinya banyak tripleknya terkelupas dan gentingnya berjatuhan.
Sedangkan kondisi Riadatus Sanelip (24), ibu muda satu anak ini lebih memprihatinkan, dengan rumah gedek ukuran 4 kali 6, praktis di dalam rumahnya tidak apa apa. Riadatus juga bekerja sebagai buruh tani, demikian juga dengan suaminya Saifudin (24) yang kerja serabutan.
Itulah potret mayoritas kehidupan warga Watu Duwur yang didera kemiskinan akut, baik Asminah dan Riadatus sangat berharap sekali adanya uluran tangan dari pihak pemegang kebijakan (Pemerintah). “Kami berharap adanya perhatian dari pemerintah, kita berharap ada bedah rumah, dan ada sarana MCK, kalau ke sungai sebenarnya kita takut kalau lagi banjir atau hujan,” kata Riadatus seolah mewakili seluruh warga Watu Duwur.
Sementara itu, Sholi Kepala Dusun Watu Duwur ketika ditemui di Kantor Balai Desa Tengger Lor mengatakan bahwa pihak Desa Tengger Lor pada tahun 2012 sudah mengajukan untuk rumah gedek tersebut ke Pemkab Kediri namun sampai sekarang belum ada bantuan. “Ada 27 rumah gedek yang tidak layak huni, tapi sekarang dua sudah diperbaiki sendiri oleh pemilik rumah itu,” kata Kepala Dusun Watu Duwur. Dusun Watu Duwur hanya mendapat bantuan raskin (Beras untuk rakyat miskin) saja.
Sementara itu, Kabag Humas dan Protokuler Pemkab Kediri, M. Haris Setiawan, masih enggan dikonfirmasi terkait rumah gedek tersebut, saat dikirimi pesan singkat melalui ponselnya tidak dibalas, padahal sebelumnya janji akan bertemu di kantor. (Cahyo)