Hapraindonesia.co – Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tanpa disadari sering terjadi di sekitar kita, namun korban tidak berani bercerita bahkan melapor ke polisi.
“Untuk yang mengetahui di sekitarnya ataupun mengalami tindak kekerasan ini sebaiknya harus lebih berani mengungkapkan, berani melaporkan,” pesan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kediri Eriani Annisa Hanindhito.
Pesan itu disampaikan Mbak Cicha, panggilan akrabnya dalam sosialisasi pencegahan KDRT bagi kader PKK se-Kabupaten Kediri yang diadakan secara daring maupun luring, Kamis (20/10/2022).
Mbak Cicha menyampaikan, KDRT dimaknai sebagai kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga yang memiliki hubungan darah atau yang bekerja dan menetap di dalam rumah tangga.
Pun begitu, menurut istri Bupati Hanindhito Himawan Pramana itu, tidak menutup kemungkinan KDRT dilakukan perempuan terhadap anggota keluarganya.
“Terkadang kekerasan dianggap mampu menyelesaikan tekanan batin seseorang, padahal sama sekali tidak, kekerasan malah justeru akan menimbulkan permasalahan baru yang tidak kunjung selesai,” tuturnya.
Ada banyak jenis KDRT, seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, penelantaran maupun kekerasan psikis seperti berucap kasar, termasuk membanding-bandingkan.
“Ibu-ibu yang suka membanding-bandingkan keluarganya dengan tetangga yang lebih hijau, ternyata hal tersebut termasuk kekerasan psikis ya buk,” jelas Mbak Cicha pada peserta yang merupakan ibu-ibu PKK itu.
Mbak Cicha membeberkan, berdasarkan data kepolisian, sepanjang tahun 2022 Polres Kediri telah melaporkan terjadi 18 kasus KDRT. Sedangkan Polres Kediri Kota melaporkan telah terjadi 6 kasus KDRT di wilayah Kabupaten Kediri.
“Angka tersebut jumlahnya mungkin lebih besar lagi, pasti banyak sekali perempuan perempuan yang tidak berani mengungkapkan yang terjadi pada dirinya karena mereka takut nanti setelah kejadian akan gimana lagi,” bebernya.
Ketakutan untuk tidak berani mengungkapkan tindak kekerasan yang dialami bahkan melaporkan ke kepolisian itu bukan tanpa alasan. Salah satunya karena ketakutan yang akan terjadi akan nasibnya lantaran mereka terlalu menggantungkan pada pasangannya.
Mbak Cicha melihat kekerasan disebabkan karena perilaku yang tidak mampu mengendalikan diri serta memiliki dorongan kekecewaan yang mendorong untuk melampiaskan kepada orang yang lebih lemah.
Untuk itu diperlukan jiwa yang benar-benar matang. Jiwa yang matang itu, menurut Mbak Cicha merupakan kematangan dalam berfikir, emosional sehingga mampu memunculkan manusia yang lebih berkarakter dengan kematangan mental serta bermartabat secara moral.
“Dengan jiwa yang matang saat mengalami problematika kelak dia akan mampu menghasilkan penyelesaian masalah yang lebih sehat lagi,” tandasnya.
Sementara itu, Neni Sulistyaningrum dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kediri Kota yang menjadi salah satu pemateri menerangkan, UU RI Nomor 23/2004 tentang penghapusan KDRT merupakan jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya KDRT, menindak pelaku dan melindungi korban.
Adapun yang dimaksud pelindung dalam UU itu adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lain baik sementara maupun berdasar penetapan pengadilan.
“Kader PKK juga bisa masuk sini (pihak lain baik sementara), jadi tugas kita semua untuk melakukan perlindungan terhadap korban KDRT,” terangnya.
(Red/*)