Sebab RSUD Gambiran telah berhasil mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 untuk pelayanan Rawat Inap VIP Graha Wijaya Kusuma, ICU/ICCU, IGD, Layanan Kamar Operasi, Layanan Gawat Darurat, Layanan Farmasi, Pemeliharaan Sanitasi Lingkungan, Sterilisasi Alat Kesehatan (CSSD), Layanan Rekam Medik, Layanan Laboratorium, Layanan Radiologi dan penyelenggaraan administrasi manajemen.
Memang seleksi yang diadakan oleh manajemen WQA tertutup,tapi jika kita melihat dengan kacamata warga kediri,dan ada kejanggalan yang menggelitik.
Pasalnya,diantara item dan unit yang disertifikasikan kepada WQA ada beberapa masalah pokok yang terkesan di tutupi. Sebut saja Unit farmasi/obat,para apotekernya belum mengantongi izin SIPA,surat izin praktek apoteker.
Hal tersebut bertentangan dengan permenkes Permenkes No.889/ MENKES/ PER/V/2011 Permenkes tersebut tentang Regisrasi, Izin Praktik Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian yang harus menjadi landasan dalam menjalankan Praktik/Pekerjaan Kefarmasian di berbagai Fasilitas Kefarmasian dan PP 51 dan permenkes 889.
Sebagian permekes yang dilanggar itu menunjukkan adanya kejanggalan di tubuh manajemen RSUD Gambiran, Janik Kusumawati,selaku Wakil direktur pelayanan RSUD Gambiran ketika di konfirmasi terkait hal tersebut menerangkan“ kita sedang proses me ngurusi SIPA,” tandasnya.
SIPA yang di Apotik lain adalah momok jika tak mengantonginya, di RSUD Gambiran malah terkesan santai dan tak terlalu membutuhkan.
Tanpa SIPA Apoteker bisa diasumsikan sebagai praktik illegal karena tidak terdaftar dan belum terstandarisasi profesinya.
Hal inilah yang menjadi pertanyaan menggellitik dari LSM DKR yang diwakili Arif witanto,”tanpa SIPA,apoteker manapun bisa dituntut dan di tutup usahanya, jika itu di RSUD yang besar, maka kekonyolan telah terjadi” Kata Arif kepada HAPRA.
RSUD Gambiran terkesan menggampangkan ISO yang berbiaya mahal,dan anehya kenapa bisa lolos dari WQA. Selain SIPA yang belum ada,para kepala unit rekam medik yang di ISO-kan juga bukan dari kalangan Medis. Kepala rekam medis malah bertitel Sarjana sosial yang tentu saja background pendidikannya tak ada sangkut pautnya dengan rekam medis.
Tim HAPRA menemukan banyak kasus para pasien kesulitan mengambil atau meminta copy rekam medis. Pihak rekam medis selalu beralasan sedang rusak,atau harap foto lagi/proses dari awal.
Hal ini berbenturan dengan Per menkes tentang rekam medis dimana rekam medis setiap pasien harus disimpan dengan baik guna keperluan medis dan hukum setidaknya selama lima tahun.
Jadi jika masih terhitung bulan rekam medis sudah hilang,maka pasien seharusnya tidak di suruh melakukan pemeriksaan(radiology) lagi.
Selain pembuangan dan pemborosan anggaran Negara bagi peserta Askes, dan asuransi lainnya, para pasien umum juga akan merasa dirugikan, sebab harus mengulang proses dari awal.
Timbul dugaan para rekam medis melakukan kekeliruan, atau ruang dan pirant data rekam medis rusak atau bahkan tidak sesuai spesifikasi anggaran saat pengadaan.
Menanggapi hal ini, Wakil Direktur Bagian Pelayanan, Janik Kusumawati, berkilah ”Kita sedang melakukan penataan birokrasi dan profesionalisme di RSUD Gambiran, informasi yang anda sampaikan benar adanya, dan kita kan berterima kasih atas masukannya” Jelasnya.
Sementara itu Wakil Walikota Kediri, Abdullah Abubakar ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya terkait permenkes yang diterjang RSUD Gambiran.
Abdullah Abubakar menegaskan, “Kita akan coba Audit dan coba mengundang manajemen RSUD Gambiran ,memang lucu juga kalau mendapat ISO tapi banyak hal hal yang salah di balik itu,” Kata Wakil Walikota penuh tanya. (Tim-HI)